Minggu, 20 Januari 2013

Sejarah Kerajaan Demak (Wira-26)



a. Letak Kerajaan
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.
Pada masa sebelumnya, daerah Demak bemama Bintaro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Patah (dari Kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (daerah Pasai).

 b. Kehidupan politik
Ketika Kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah Kerajaan Maja­pahit runtuh, berdirilah Kerajaan Demak sebagai Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.
Raden Patah Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Patah termasuk keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan Gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin, dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sidayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di Pulau Jawa maupun di daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh seorang peng-hulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu dibantu oleh para wali atau sunan.
Ketika Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Por­tugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 Raden Patah memerintahkan Adipati LJnus memimpin pasukan Demak untuk menye-rang Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor.
Adipati Unus Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. la memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia meninggal dalam ' usia yang masih sangat muda dan tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahnya tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana.
Sultan Trenggana Sultan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan (1546) Sultan Trenggana gugur.

c. Keruntuhan Demak
Setelah Sultan Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Seda ing Lapen dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto.
Putra Sekar Seda ing Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dengan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Panangsang juga membunuh Pangeran Hadiri (suami Ratu Kali Nyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak.
Selanjutnya Arya Penangsang dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kiyai Cede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka Tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Hadiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang.

Diposkan Oleh : Wira Dwi Susanto
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar