Senin, 25 Februari 2013

IKA 129 9E

Kali ini kita akan membahas tentang kerusakan lingkungan karena peristiwa bencana alam.
Akibat gempa bumi dan atau tsunami
Gempa bumi merupakan peristiwa bergesernya lempengan bumi d daratan maupun dasar laut yang merambat ek permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh aktifitas gunung merapi atau vulkanik maupun aktifitas tektonik sepanjang jalur-jalur rawan bencana. Gempa bumi yang berpusat di dasar laut dapat menyebabkan tsunami atau disebut gelombang pasang besar dan mampu menghancurkan wilayah pesisir.
Gempa bumi yang berpusat tidak jauh dari kota atau pusat permukiman penduduk akan mengakibatkan kerusakan besar seperti berikut
  • Hentakan gempa yang besar dapat emngakibatkan tanah longsor, bangunan roboh atau retak
  • Merusak bangugnan waduk atau tanggul sehingga air meluap dan bajir besar
  • Menyebabkan kebakaran karena rusaknya installasi bangunan
  • Tanah, jalan raya atau jembatan merekah atau ambruk
  • Memakan korban jiwa makhluk hidup karena tertimpa reruntuhan atau tersapu oelh gelombang tsunami
Akibat Badai Silikon
Bada silikin atau disebut juga angin topan yan gterjadi dapat menghancurkan segala objek yang dilaluinya. Badai silicon yang berkekuatan besar mampu melewati daerah secara lebih luas. Apabila melewati daratan dan teruitama perukiman penduduk mengakibatkan kerusakan besar.

Akibat letusan gunung merapi

Gejala alam seperti letusan gunung merapi terjadi karena aktifitas magma di dalam perut bumi dan biasanya terjadi dengan disertai gempa. Kita hanya dapat memprediksi terjadinya letusan gunung berapi.
Letusan gunugn berapi tentu menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan seperti berikut.
  • Abu bulkanik dan awan panas yang mengancam keselamatan jiwa makhluk hidup
  • Aliran lahar atau lava panas dapat menghanguskan apapun yang dilalulinya serta mendangkalkan sungai, Apabila disertai hujan, kemungkinan banjir pun tidak dapat dihindari.
  • Setelah dingin, bekas aliran lava ini akan membeku dan membatu, diaman tentu tidak dapat kembali diolah menjadi lahan pertanian yang maksimal.
  • Roboh atau musnahnya bangunan , jalan, jembatan dan sebagainya, akibat aliran lava panas dan atau akibat gempa vulkanik yang menyertainya

WINA 138 9E

REUSABLE SANITARY LANDFILL, ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH JAKARTA

By: Fitri Oktarini

Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill. Sebenarnya, sistem ini merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang. Kalau RSL diterapkan di Jakarta, dipastikan Jakarta tidak perlu mengotak-atik tata ruang kota atau mengambil lahan daerah lain.
Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl. –Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah.
Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit.
Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini dikeringkan.
Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen.
Geo membran ini juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa dijual.
Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan yang sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah. Henky yakin jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali habis mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau ke lokasi TPA.
Pengolahan sampah dengan sistem ini sebenarnya sama saja dengan yang sudah dilaksanakan TPA Bantar Gebang. Hanya saja, pada Zona I TPA Bantar Gerbang, groun lner tidak menggunakan geo membran untuk menahan air lindi. Dan terjadi kebocoran yang menyebabkan pencemaran air serta pencemaran udara.
Jika, TPA Bantar Gebang direhabilitasi kemudian pola pengolahannya digantikan dengan RSL, pemerintah daerah Jakarta, emnurut Henky tidak perlu mencari lokasi baru untuk menampung sampah. Karena sampah dapat diolah secara berkesinambungan dan sistem di ground liner bisa diperbaiki secara berkala.

DANIEL ADVEN 9E 121


Sekitar tahun 1950-an, pengaruh terbesar dalam hidup remaja adalah rumah. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun 1990 membuktikan bahwa teman sebaya kini menjadi pengaruh terbesar bagi remaja, diikuti kemudian oleh musik rap, televisi, rumah, dan sekolah. Gereja bahkan tidak ada dalam daftar tersebut!
Selain berita ini, sebagian besar anak muda (92%) ingin belajar lebih dalam lagi tentang nilai-nilai. Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa anak-anak muda ini secara intuitif memahami bahwa masalah-masalah besar, seperti kekerasan, seks bebas, ketidakhadiran orang tua, penyalahgunaan obat-obatan, dan kehamilan di usia muda akan lebih mudah diselesaikan bila nilai-nilai moral diajarkan dan dipercayai.
Namun, pendeta yang mengonseling para remaja harus memahami bahwa remaja generasi sekarang ini adalah generasi yang pesimis. Banyak anak remaja yang memandang warisan mereka sebagai dunia yang terpolusi dan masyarakat yang terpecah-pecah karena ras yang sebagian besar tertekan oleh masalah-masalah sosial yang bertumpuk-tumpuk. Mereka merasa dicurangi dan dikhianati oleh kemungkinan bahwa masa-masa emas suatu era akan berakhir. Generasi baru anak-anak muda ini mempertanyakan kekuasaan dan membawa penghinaan yang dapat dilihat secara hierarki. Dalam beberapa hal, anak-anak muda ini terus bergerak, sangat ingin berkembang tetapi takut pada konsekuensi-konsekuensi.
Berbicara dengan Anak Remaja
Meski situasinya buruk, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Berikut beberapa saran yang bisa menolong kita melayani dengan efektif remaja-remaja masa kini yang terluka.
  1. Hindari berlaku seperti seorang remaja supaya bisa menjalin relasi dengan mereka.
Ini adalah kesalahan yang umum terjadi secara terus-menerus. Seorang konselor tidak perlu mengenakan pakaian model terbaru, mendengarkan musik, atau menggunakan bahasa gaul (yang kelihatannya aneh) untuk bisa menjalin relasi dengan anak muda.
  1. Menjadi pendengar yang ahli.
Dengarkan anak-anak remaja dengan apa yang disebut Theodore Reik sebagai "telinga ketiga". Konseling akan mati bila dilakukan tanpa mendengarkan hati yang terluka -- kecemasan, kesedihan, rasa malu, kesepian -- yang ada di balik anak muda yang tampaknya biasa-biasa saja. "Cepatlah untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata." (Yakobus 1:19)
  1. Tunjukkan peliknya masalah-masalah yang ditunjukkan oleh para remaja.
Gunakan alat-alat penilaian, misalnya "Helping the Strugling Adolescent: A Counseling Guide" (Zondervan). Sumber bahan ini berisi formulir-formulir dan tuntunan-tuntunan untuk menilai suatu masalah -- depresi, rasa bersalah, kecemasan, dukacita, penyalahgunaan obat-obatan, kelainan makan, dan masalah-masalah lainnya -- dengan cepat.
  1. Tantanglah kata-kata yang berlebihan dalam percakapan.
Beberapa remaja menjelaskan suasana hidup mereka dalam ungkapan yang global, misalnya "Semuanya berantakan", "Tidak ada yang benar", "Ayah benar-benar bodoh". Selama mereka terus melihat dunia dengan cara yang seperti ini, mereka tetap akan terpojok. Bekerja keraslah untuk menyingkirkan ungkapan-ungkapan yang tidak masuk akal ini.
  1. Biasakanlah diri dengan hal-hal yang mereka hadapi.
Remaja zaman sekarang membutuhkan konselor yang tidak malu terhadap masalah-masalah seperti masturbasi, penggunaan obat terlarang, perceraian orang tua, kematian teman, perkosaan, atau masalah-masalah seksual lainnya. Dengan atau tanpa bantuan, anak-anak remaja akan menghadapi masalah-masalah itu.
  1. Mintalah bantuan pada sebuah badan atau kelompok-kelompok pendukung.
Mereka yang tidak punya pengalaman secara khusus menangani masalah anak-anak muda bisa mengarahkan para remaja ini kepada seseorang yang sudah berpengalaman dalam menangani masalah remaja. Remaja yang berjuang terhadap pelecehan yang dilakukan orang tua, depresi yang berat, bunuh diri, masalah makanan, fobia, masalah tidur, atau kecanduan obat-obatan, bisa disembuhkan dengan bantuan seorang ahli. Pendeta tidak akan dapat membantu setiap remaja yang bergumul.
Buddy Scott, penulis "Relief for Hurting Parents", mendirikan dan memimpin suatu agensi yang menolong keluarga dari para remaja. Kelompok pendukungnya, "Parenting Within Reason", adalah sumber yang sangat baik bagi orang tua dan penolong-penolong lainnya.
Sayangnya, tidak ada formula yang universal atau sederhana tentang menyelesaikan masalah-masalah anak muda sekarang yang begitu kompleks. Bila kita membuat sesuatu yang berbeda dalam hidup mereka, kita akan perlu melakukan prinsip-prinsip yang telah terbukti secara psikologi kontemporer ini dengan tetap bersandar pada teologi alkitabiah, dan mencari pimpinan Roh Kudus dalam setiap usaha kita. (t/Ratri)

FEBRI DWIKRISTIAWAN 127 9E

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

KRIS SANJAYA (25-029-131) IX E

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional, kita sering mendengar dan membicarakannya, atau bahkan mengkritiknya. Tapi apa sebenarnya dan bagaimana keadaannya belum tentu setiap orang memahami dengan benar. Artikel ini dimaksudkan untuk sedikit memberikan pemahaman dasar tentang sistem kependidikan nasional kita, dasarnya apa, strata, tingkat, dan jalurnya seperti apa, ruang lingkup serta tujuannya bagaimana.
Secara definitif, fungsi dan tujuan pendidikan nasional Republik Indonesia adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jalur Pendidikan Nasional

Jalur pendidikan nasional adalah meliputi, dasar, menengah, tinggi, dan nonformal.
Tingkat Pendidikan Dasar merupakan program pendidikan nasional di Indonesia yang melandasi jenjang menengah. Dalam menunjang terselenggaranya kependidikan dasar, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai tanggungjawab dalam hal pengelolaan, pembangunan, pengadaan, dan pembinaan. Pemerintah melalui kementerian (kemdiknas), dapat juga menjadi partner akademik yang baik dengan memberikan penghargaan, beasiswa prestasi, dll.
Bentuk dan jenjang kependidikan sekolah terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtida’iyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah adalah tingkat lanjutan dari pendidikan nasional dasar, yang terdiri atas menengah umum dan kejuruan, artinya, lulusan sekolah / tingkat dasar (SD dan SMP) akan dilanjutkan dengan tingkat menengah. Adapun bentuknya, sebagaimana yang telah umum disekeliling kita, yakni;
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi, sebagaimana namanya, adalah tingkat keilmuan lanjut dari tingkat menengah. Mencakup program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Bentuknya bisa bermacam-macam, diantaranya adalah; akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, universitas. Sebagai jenjang tinggi, PT berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan tinggi juga dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Selain program pendidikan nasional diatas, ada jenjang yang tidak termasuk dalam urutan jenjang formal, yakni nonformal atau pendidikan luar sekolah.
Pendidikan nonformal atau terkadang disebut dengan jalur luar sekolah, diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Yakni merupakan pendidikan yang diarahkan untuk menanamkan kompetensi tertentu secara khusus, membentuk tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan khusus sesuai dengan kurikulum dan rencana seerta satuan pendidikan yang bersangkutan oleh masing-masing penyelenggara.
Ada beberapa bentuk dan jenis pendidikan nasional nonformal, diantaranya adalah kecakapan hidup, anak usia dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, keterampilan dan pelatihan kerja, kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan non formal dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Program Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan Informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan atau juga adalah jalur pendidikan luar sekolah, berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil jalur ini dapat diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Selain beberapa bentuk pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal diatas, ada juga bentuk pendidikan lain yang akan dijelaskan secara definitif. Bentuk-bentuk pendidikan tersebut adalah;
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), adalah program yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan/atau informal. Jalur formalnya adalah TK dan RA atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk non formalnya adalah Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat. Dalam bentuk informal, adalah pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Pendidikan Kedinasan adalah program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan (sumber daya manusia ) dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen dan dapat diselenggarakan baik melalui jalur formal dan nonformal.
Pendidikan Keagamaan adalah program pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan dapat berbentuk diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan Jarak Jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Dapat diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus adalah program bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Program layanan khusus adalah program bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

Sistem Pendidikan Nasional dan Masalah yang Dihadapi

Hal-hal di atas adalah bentuk-bentuk, jalur dan strata pendidikan nasional kita. Adapun kewajiban dan peraturan lainya juga telah diatur oleh pemerintah. Mengenai pengumuman penerimaan siswa ataupun mahasiswa baru, pada tiap-tiap jenjang, pemerintah juga telah menerapkan sistem tahun ajaran. Dalam bidang-bidang yang lain, seperti metode pengajaran, teknik mengajar, lomba-lomba, atau pengumuman yang lain berkembang sesuai dengan metode pembelajaran serta kurikulum dasar yang telah ditetapkan pemerintah. Khusus untuk masalah Ujian Nasional, sampai saat ini, memang penuh dengan pro dan kontra. Ujian nasional oleh sebagian orang dianggap sebagai kegiatan yang kurang arif dalam menentukan penilaian terhadap siswa. Namun disatu sisi, pemerintah juga membutuhkan standar tertentu untuk melakukan pengukuran. Dalam hal ini, masih dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk membahas ujian nasional. Munculnya kurikulum KTSP dan masalah ujian nasional, tingginya standar penilaian, serta pembagian prosentase penilaian dari pemerintah dan sekolah secara mandiri, adalah isu yang paling signifikan saat ini, karena memunculkan banyak masalah baik bagi siswa maupun sekolah.
Sekolah merupakan salah satu wahana pendidikan untuk jenjang dasar dan menengah. Sebagai wahana yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan nasional, sumber daya manusia yang ada didalamnya juga sangat diperhitungkan, karena itulah mengapa seorang guru sebagai sumber daya pendidikan profesional juga dituntut untuk mempunyai semangat tinggi dalam mendukung tercapainya keberlangsungan kependidikan kita, sebagaimana yang telah ditetapkan dengan peraturan-peraturan. Beasiswa belajar lanjutan yang diperuntukkan bagi guru berprestasi akan sangat mendukung pengembangan profesionalisme pendidikan. Sehingga kompetensi dasar yang dibutuhkan dan kompetensi yang lain juga dimiliki guru. Guru tidak lagi hanya mengacu pada satu teknik dan metode belajar mengajar, tapi diperluas dengan berbagai kemampuan ajar sesuai dengan konteks dan perkembangan zaman.
Sebagai cerminan dari pancasila dan undang-undang dasar 1945, pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan nasional, melalui beasiswa siswa miskin dalam berbagai kebijakan juga diharapkan dapat  mengakomodasi mereka yang mungkin tidak mampu ikut dan terlibat dalam satuan dan kegiatan pendidikan. Warga negara yang memiliki kemampuan lebih juga sangat membantu dengan menyisihkan sebagian yang dimilikinya untuk memajukan keilmuan yang berjenjang dan bersinambungan, baik dengan membangun sekolah, membuat program kependidikan khusus, kegiatan, kursus, atau lomba-lomba tertentu yang meningkatkan mutu keilmuan masyarakat.
Masyarakat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang, adalah mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk menikmati penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Ketentuan sebagaimana telah diatur oleh pemerintah melalui menteri pendidikan nasional, tentunya harus sejalan dengan UUD 45 dan kebutuhan masyarakat dalam bidang keilmuan. Penyelenggaraan kegiatan bidang pendidikan oleh anggota masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar adalah bentuk sinergi untuk memajukan sistem dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, sehingga angka kebutuhan dasar dibidang pendidikan dapat semakin ditekan. Hal itu akan sejalan dengan keinginan pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk menciptakan program-program nasional yang peka terhadap perkembangan.
Ketentuan tentang sistem pendidikan nasional yang berlaku, selalu mengikuti perkembangan dan perubahan aturan yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini pun mengacu pada kebutuhan-kebutuhan tertentu baik dari para analis dan kritikus maupun berasal dari pemerintah. Dalam menunjang pengembangan yang lebih baik, sumberdaya yang ada dalam pemerintahan maupun masyarakat sendiri harus selalu mencari pengembangan dan motivasi dibidang keilmuan secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga tercipta tatanan program pendidikan nasional yang memadai, baik saat ini maupun masa depan.

WIDA 137 9E


Komponen bioti
Komponen biotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup. Pada pokoknya makhluk hidup dapat digolngkan berdasarkan jenis-jenis tertentu, misalnya golongan manusia, hewan dan tumbuhan. Makhluk hidup berdasarkan ukurannya digolongkan menjadi mikroorganisme dan makroorganisme. Manusia merupakan faktor biotik yang mempunyai pengaruh terkuat di bumi ini, baik dalam pengaruh memusnahkan dan melipatkan, atau mempercepat penyebaran hewan dan tumbuhan. Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
  • Produsen adalah makhluk hidup yang mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organik (organisme autotrof). Proses tersebut hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan cara fotosintesis. Contoh produsen adalah alga, lumut dan tumbuhan hijau
  • Konsumer adalah organisme heterotrof yang tidak bisa membuat makanannya sendiri dan tergantung kepada organisme lain, baik yang bersifat heterotrof maupun yang autotrof. Konsumer biasanya merupakan hewan. Hewan yang memakan tumbuhan secara langsung (herbivora) dinamakan konsumer primer. Hewan yang memakan konsumer primer dinamakan konsumer II dan seterusnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan. Konsumer terakhir disebut konsumer puncak. Contoh konsumer puncak adalah manusia.
  • Dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik menjadi anorganik untuk kemudian digunakan oleh produsen. Dekomposer dapat disebut juga sebagai organisme detritivor atau pemakan bangkai. Contoh organisme dekomposer adalah bakteri pembusuk dan jamur
Setiap makhluk hidup hanya dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang cocok,yang disebut habitat.Didalam ekosistem,setiap organisme mempunya fungsi dan tugas tertentu .Hal ini dikenal dengan nisia.Oleh karena itu, komponen biotik ekosistem dapat dikelompokkan berdasarkan nisia tadi.Secara garis besar ada empat nisia.