Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ( Darul Islam/Tentara Islam Indonesia )
Bendera DI/TII. |
Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan DI/TII ini dapat leluasa
melakukan gerakannya dengan membakar Rumah – Rumah Rakyat, Membongkar
Rel Kereta Api, menyiksa dan merampok harta benda penduduk. Akan tetapi
setelah pasukan Siliwangi mengadakan Long March kembali ke Jawa Barat,
gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.
Usaha Untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang
lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
- Medannya berupa daerah pegunungan – pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,
- Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di Kalangan Rakyat,
- Pasukan
DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain
pemilik – pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
- Suasana Politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha – usaha pemulihan keamanan.
Selanjutnya
dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk
menumpas gerombolanini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat
melakukan operasi “ Pagar Betis “ dan operasi “ Bratayudha “ Pada
tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo beserta para
pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “
Bratayudha “ di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian
Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi
hukuman mati sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapa di
padamkan.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.
Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa
Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/TII.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengha di bawah pimpinan Amir Fatah yang
bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Dan Moh. Mahfudh Abdul
Rachman ( Kiai Sumolangu ).
Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah
melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng Negara “ ( GBN )
di bawah Letnan Kolonel Sarbini ( Selanjut – nya di ganti Letnan Kolonel
M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani ). Gerakan operasi
ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “.
Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan
bagian dari DI/TII , yakni dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “
yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “
Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini
memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang
dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan
Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini Pemerintah melakukan “
Operasi Merdeka Timur “ yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto,
Komandan Brigade Pragolo.
Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak tersebut dapat
dihancurkan dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat.
Pemberontokan DI/TII di Aceh.
Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang dipimpin
oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII
di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun
1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah
Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh
yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh
merupakan bagian dari Negara Islam Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji
Maridjan Kartosuwiyo.
Dalam menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah
menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M.
Yasin, Panglima Daerah Militer 1/Iskandar Muda, Pada tanggal 17 – 21
Desember 1962 diselenggarakan “ Mustawarah Kerukunan Rakyat Aceh “ yang
mendapat dukungan tokoh – tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan
DI/TII di Aceh dapat dipadamkan.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh
Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada
pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya
Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui
penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi
pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar
Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi
dengan melakukan teror terhadap rakyat.
Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini
pemerintah melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan Februari 1965
Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga
pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan.
Pada bulan oktober 1950 DI/TII juga melakukan pemberontakan di
Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak
melakukan pengacauan dengan menyerang pos – pos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya
melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk
menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun
menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan
pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI
sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota
gerombolannya pun tertangkap.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar