ARTIKEL PENDIDIKAN MORAL
Manusia Indonesia
menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional,
sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara
optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam
keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang
dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu
merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan
dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan
sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1)
perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3)
integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja (
Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah
untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan
sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi
pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter
yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi
pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki
kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang
kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup
manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk
melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun
masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).
Pelaksanaan
pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia,
khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis.
Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban
eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini
kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia
yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping
itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang
eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di
dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan
terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai
dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ
(Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan
pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan
IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya
SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social
yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang
timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau
dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti
suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya
rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang,
4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5)
munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6).
berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat
mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara,
9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku
seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri,
10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan
moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak
menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri
sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000,
P.74).
Untuk merespon gejala
kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan
pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat
mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan
menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan
melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan
seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.
Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk
menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah
terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral,
peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )
Pada sisi lain,
dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui
pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan
tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi
pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah,
tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam
kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial
yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan
masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah
lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu
moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah
sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara
tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.
Dalam upaya untuk
meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal
,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya
dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan
strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua
guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan
demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk
merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan
terpadu ?
Untuk mengembangkan
strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan
terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam
belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian
kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan
moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran
di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan
menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai
kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral
perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis
masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru
di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan
moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4)
mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal
yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5)
mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar
pendidikan moral.
Dengan memperhatikan
kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut,
kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi
politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan
penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan
global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan
bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan
dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah
(formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama
mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan
tergantung pada moralitas generasi mudanya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar